A. Latar Belakang
Masalah
Semakin canggihnya ilmu pengetahuan, semakin majunya peredaran zaman dan manusiapun beragam. kemewahan di bidang harta tidak akan menjamin kebahagiaan seseorang jika orang tersebut tidak bisa menikmati kekayaan itu, apalagi bagi orang yang serba kekurangan atau merasa kurang cukup terus-menerus. Banyak anak-anak yang tidak patuh lagi kepada orang tuanya, tentunya sangat dikhawatiran yang mengakibatkan perasaan tidak tenang dan selalu gelisah, bahkan banyak orang yang mengalami penyakit stress yang mereka sendiri tidak tahu obatnya, mencari tempat berpegang kepada siapa dan bagaimana cara menenangkan perasaan yang stress itu, bahkan mereka sering bingung, dihinggapi rasa takut dan rasa bersalah yang tidak tahu sebabnya.
Semakin canggihnya ilmu pengetahuan, semakin majunya peredaran zaman dan manusiapun beragam. kemewahan di bidang harta tidak akan menjamin kebahagiaan seseorang jika orang tersebut tidak bisa menikmati kekayaan itu, apalagi bagi orang yang serba kekurangan atau merasa kurang cukup terus-menerus. Banyak anak-anak yang tidak patuh lagi kepada orang tuanya, tentunya sangat dikhawatiran yang mengakibatkan perasaan tidak tenang dan selalu gelisah, bahkan banyak orang yang mengalami penyakit stress yang mereka sendiri tidak tahu obatnya, mencari tempat berpegang kepada siapa dan bagaimana cara menenangkan perasaan yang stress itu, bahkan mereka sering bingung, dihinggapi rasa takut dan rasa bersalah yang tidak tahu sebabnya.
Oleh karena itu,
tentu sangat perlu dijelaskan bagaimana pendidikan anak sebelum lahir, masa
bayi, masa kanak-kanak, dewasa, bahkan sampai mereka tua. Pendidikan anak pada
usia dini juga sangat dianjurkan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan. Karena pendidikan agama islam sejak dini sengat
berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik. Proses
belajar dan pembelajaran bisa dilakukan pada jalur formal maupun informal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini terinci sebagai berikut.
1. Bagimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga?
2. Bagaimanna pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah?
3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam masyarakat?
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini terinci sebagai berikut.
1. Bagimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga?
2. Bagaimanna pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah?
3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam masyarakat?
C. Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga.
2. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah.
3. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam.
1. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga.
2. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah.
3. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
Agama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-orang dewasa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan agama, dan anak-anak sebagai sasaran pendidikannya. Sedang ibu dalam kaitannya dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga, maka kedudukannya sebagai pendidik yang utama dan pertama, dalam kedudukannya sebagai pendidik, maka seorang ibu tidak cukup hanya memanggil seorang guru agama dari luar untuk mendidik anaknya di rumah, dan bukan dalam pengertian yang demikianlah yang dimaksud dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Akan tetapi lebih ditekankan adanya bimbingan yang terarah dan berkelanjutan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab di lingkungan keluarga untuk membimbing anak.
Agama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-orang dewasa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan agama, dan anak-anak sebagai sasaran pendidikannya. Sedang ibu dalam kaitannya dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga, maka kedudukannya sebagai pendidik yang utama dan pertama, dalam kedudukannya sebagai pendidik, maka seorang ibu tidak cukup hanya memanggil seorang guru agama dari luar untuk mendidik anaknya di rumah, dan bukan dalam pengertian yang demikianlah yang dimaksud dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Akan tetapi lebih ditekankan adanya bimbingan yang terarah dan berkelanjutan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab di lingkungan keluarga untuk membimbing anak.
Pengertian yang
jelas tentang pendidikan agama yang dilakukan di lingkungan keluarga interaksi
yang teratur dan diarahkan untuk membimbing jasmani dan rohani anak dengan
ajaran Islam, yang berlangsung di lingkungan keluarga. Dalam pelaksanaannya,
maka proses pendidikan.
Pendidikan pada
umumnya terbagi pada dua bagian besar, yakni pendidikan sekolah dan pendidikan
luar sekolah. Hal ini berdasar pada: “Maka proses belajar itu bagi seseorang
dapat terus berlangsung dan tidak terbatas pada dunia sekolah saja.
Dorongan atau
motivasi kewajiban moral, sebagai konsekwensi kedudukan orang tua terhadap
keturunannya. Tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spiritual
yang dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing, di samping
didorong oleh kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga.
Dalam kutipan yang pertama di atas dikemukakan bahwa lingkungan keluarga itu amat dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama sangat menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di sekitarnya.
Dalam kutipan yang pertama di atas dikemukakan bahwa lingkungan keluarga itu amat dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama sangat menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di sekitarnya.
Dalam hubungannya
dengan kelanjutan pendidikan atau kehidupan anak di masa mendatang, maka
pendidikan di lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya pendidikan agama, hal
itu merupakan sebagai tindakan pemberian bekal-bekal kemampuan dari orang tua
terhadap anak-anaknya, dalam menghadapi masa-masa yang akan dilaluinya.
Dalam hubungannya
dengan pendidikan di sekolah maka sebagai persiapan untuk mengikuti pendidikan
atau sebagai pelengkap dari pendidikan yang berlangsung di bangku sekolah. Dan
dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, maka sebagai upaya untuk mempersiapkan
diri agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Secara sepintas
pembahasan tentang dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga
ini telah disebutkan di atas, yaitu atas dasar cinta kasih seseorang terhadap
darah dagingnya (anak), atas dasar dorongan sosial dan atas dasar dorongan
moral.
Akan tetapi
dorongan yang lebih mendasar lagi tentang pendidikan agama di lingkungan
keluarga ini bagi umat Islam khususnya adalah karena dorongan syara (ajaran
Islam), yang mewajibkan bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka,
lebih-lebih pendidikan agama.
Selain hal-hal
yang telah disebutkan di atas, yang dapat mendorong orang tua agar mendidik
anak-anak di lingkungan keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan
yaitu; mengingat kondisi anak itu sendiri, baik secara fisik maupun mental ia
mutlak memberikan bimbingan dan pengembangan ke arah yang positif. Kalau tidak
maka dikhawatirkan fitrah yang tersimpan, yang merupakan benih-benih bawaan itu
akan terlantar atau akan menyimpang.
Perlu diingat
bahwa pada diri anak itu terdapat kecenderungan-kecenderungan ke arah yang
baik, akan tetapi dilengkapi dengan kecenderungan ke arah yang jahat. Maka
tugas pendidik dalam hubungan ini adalah menghidup-suburkan kecenderungan ke
arah yang baik.
Oleh karena itu
benih-benih potensial yang mampu mendorong anak untuk mengembangkan pribadinya
dalam alternatif pemilihan lapangan hidup manusia di masa dewasanya sesuai
bakat dan kemampuan. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi
spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Akhlak mulia menyangkut etika,
budi pekerti, dan moral sebagai manifestasi dari pendidikan Agama. Peningkatan
potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai
keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual
ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada
akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia
yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Allah
SWT.
Pendidikan Islam
diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan
visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak
mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi
pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik
personal maupun social.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan
keluarga adalah karena didorong oleh beberapa hal yaitu:
1. Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan
2. Karena dorongan atau tanggung jawab sosial
3. Karena dorongan moral
4. Karena dorongan kewajiban agamis
1. Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan
2. Karena dorongan atau tanggung jawab sosial
3. Karena dorongan moral
4. Karena dorongan kewajiban agamis
Dan dorongan agama
inilah yang membuat kedudukan orang tua lebih besar tanggung jawabnya dalam
pendidikan karena dorongan kewajiban ini langsung diperintahkan Allah.
Pendidikan
keluarga adalah pendidikan yang diproses oleh seseorang di dalam lingkungan
rumah tangga atau keluarga. Sistem pendidikan ini merupakan unsur utama dalam
pendidikan seumur hidup, terutama karena sifatnya yang tidak memerlukan
formalitas waktu, cara, usia, fasilitas, dan sebagainya. Pada dasarnya,
masing-masing orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab atas
pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka tidak hanya berkewajiban mendidik atau
menyekolahkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga
diamanati Allah SWT untuk menjadikan anak-anaknya bertaqwa serta taat beribadah
sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam mendidik dan
menumbuh kembangkan anak-anak, orang tua atau tokoh ibu dan bapak sangat
memegang peranan yang sangat penting, baik-buruknya kelakuan anak, orang tualah
yang memegang peranan. Pendidikan rumah tangga ini disebut juga dengan
pendidikan informal. Peranan ibu dan bapak antara lain:
1. Ibu bapak sebagai pengatur kebersihan anak
2. Ibu bapak sebagai teladan bagi anak
3. Ibu bapak sebagai pendorong dalam tindakan anak
4. Ibu bapak sebagai teman bermain
5. Ibu bapak sebagai pengayom jika anak merasa takut
6. Ibu sebagai penjaga utama kesehatan anak dan sebagai teman bermainan kepribadian
1. Ibu bapak sebagai pengatur kebersihan anak
2. Ibu bapak sebagai teladan bagi anak
3. Ibu bapak sebagai pendorong dalam tindakan anak
4. Ibu bapak sebagai teman bermain
5. Ibu bapak sebagai pengayom jika anak merasa takut
6. Ibu sebagai penjaga utama kesehatan anak dan sebagai teman bermainan kepribadian
Dalam hubungan ini
orang tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama bagi anggota keluarga.
Khususnya anak, karena akan sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan budi pekerti dan anak. Oleh sebab itu orang tua berkewajiban untuk
memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan kepada anak agar
mereka dapat hidup selamat dan sejahtera.
Sasaran Pendidikan
Agama ditujukan kepada semua manusia sesuai dengan misi nabi Muhammad SAW yaitu
untuk seluruh alam. Ditujukan mulai kepada anak usia dini, remaja, dewasa dan
lanjut usia dalam istilah pendidikan disebut Long Live Education (pendidikan
seumur hidup).
Pendidikan anak
usia dini (0-6 tahun) dimulai dari anak dilahirkan sampai berumur 6 tahun
dengan tahapan sebagai berikut :
1. Masa bayi (0-2 tahun), di telinga sebelah kanan bagi anak laki-laki dan diqamatkan di telinga sebelah kiri bagi perempuan.
2. Aqiqah, pada hari ke tujuh kelahiran seorang bayi disunnahkan bagi orang tua atau walinya untuk melakukan aqiqah yakni menyembelih satu ekor kambing bagi anak perempuan dan dua ekor kambing bagi anak laki-laki.
3. Khitanan, peranan ibu sangat dominan dalam menanamkan pendidikan agama kepada anak di usia ini. Setiap hari seorang ibu perlu memperhatikan perkembangan yang terjadi pada anaknya baik secara biologis maupun psikisnya. Perkembangan anak sesuai dengan tahap-tahap umur tertentu yang perlu diketahui orang tua agar bisa memperlakukan anak dengan benar. Anak berumur 6 tahun tidak disebut bayi lagi, tetapi sudah disebut anak-anak masanya pun disebut masa kanak-kanak.
1. Masa bayi (0-2 tahun), di telinga sebelah kanan bagi anak laki-laki dan diqamatkan di telinga sebelah kiri bagi perempuan.
2. Aqiqah, pada hari ke tujuh kelahiran seorang bayi disunnahkan bagi orang tua atau walinya untuk melakukan aqiqah yakni menyembelih satu ekor kambing bagi anak perempuan dan dua ekor kambing bagi anak laki-laki.
3. Khitanan, peranan ibu sangat dominan dalam menanamkan pendidikan agama kepada anak di usia ini. Setiap hari seorang ibu perlu memperhatikan perkembangan yang terjadi pada anaknya baik secara biologis maupun psikisnya. Perkembangan anak sesuai dengan tahap-tahap umur tertentu yang perlu diketahui orang tua agar bisa memperlakukan anak dengan benar. Anak berumur 6 tahun tidak disebut bayi lagi, tetapi sudah disebut anak-anak masanya pun disebut masa kanak-kanak.
B. Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam dalam Sekolah
Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pendidikan moral dan pembinaan mental. Pendidikan moral yang paling baik sebenarnya terdapat dalam agama karena nilai-nilai moral yang dapat dipatuhi dengan kesadaran sendiri dan penghayatan tinggi tanpa ada unsur paksaan dari luar, datangnya dari keyakinan beragama. Pendidikan agama di sekolah mendapat beban dan tanggung jawab moral yang tidak sedikit apalagi jika dikaitkan dengan upaya pembinaan mental remaja. Usia remaja ditandai dengan gejolak kejiwaan yang berimbas pada perkembangan mental dan pemikiran, emosi, kesadaran sosial, pertumbuhan moral, sikap dan kecenderungan serta pada akhirnya turut mewarnai sikap keberagamaan yang dianut (pola ibadah).
Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pendidikan moral dan pembinaan mental. Pendidikan moral yang paling baik sebenarnya terdapat dalam agama karena nilai-nilai moral yang dapat dipatuhi dengan kesadaran sendiri dan penghayatan tinggi tanpa ada unsur paksaan dari luar, datangnya dari keyakinan beragama. Pendidikan agama di sekolah mendapat beban dan tanggung jawab moral yang tidak sedikit apalagi jika dikaitkan dengan upaya pembinaan mental remaja. Usia remaja ditandai dengan gejolak kejiwaan yang berimbas pada perkembangan mental dan pemikiran, emosi, kesadaran sosial, pertumbuhan moral, sikap dan kecenderungan serta pada akhirnya turut mewarnai sikap keberagamaan yang dianut (pola ibadah).
Pada
sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi ahli agama atau
pemimpin agama seperti di madrasah atau seminari, seluruh kegiatan pembelajaran
umumnya benar-benar diarahkan untuk mendukung tujuan pendidikan yang ada.
Terdapat tiga
karakter sekolah yang terkait dengan pendidikan agama di sekolah. Pertama
sekolah negeri, kedua sekolah swasta umum non yayasan agama dan sekolah swasta
yayasan agama dan sekolah calon ahli atau pimpinan agama seperti madrasah dan
seminari. Varian karakter ini awalnya terbentuk karena perbedaan sumber
pembiayaan, pengawasan dan otonomi sekolah, serta misi dan intervensi pada
kurikulum. Dalam perkembangannya dinamika sekolah juga turut mempengaruhi
karakter sekolah. Tiga karakter ini pada akhirnya juga terkait dengan persoalan
multikulturalisme dalam masyarakat.
Pada sekolah
negeri dan sekolah swasta umum non yayasan keagamaan, pada jam pelajaran agama
siswa dipisah menurut agama yang berbeda-beda. Selama puluhan tahun praktek
pendidikan agama di sekolah seperti ini belum ada yang memberikan perhatian
secara serius bahwa pemisahan siswa pada jam pelajaran agama adalah sebuah
pembiasaan dan penanaman kesadaran bahwa agama adalah sesuatu yang memisahkan
(kebersamaan) manusia.
Di kalangan
peserta didik di sekolah Negeri pelajaran agama berlangsung lebih teratur dan
siswa beragam agama hampir selalu mendapatkan guru pelajaran agama sesuai
dengan keyakinan para siswa karena secara umum pemerintah mengusahakan guru
agama bagi semua peserta didik. Sebagai milik pemerintah, semua aktifitas
pembelajaran di sekolah negeri mengikuti secara penuh apa yang menjadi
kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.
Pada
sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi ahli agama atau
pemimpin agama seperti di madrasah atau seminari, seluruh kegiatan pembelajaran
umumnya benar-benar diarahkan untuk mendukung tujuan pendidikan yang ada.
Sayangnya keseriusan pada satu bidang ini menyebabkan kecenderungan kurang
terbuka bagi pergaulan yang lebih luas, yang dengan demikian membatasi pengalam
dengan keragaman juga. Minimnya pengalaman akan keragaman perlu dikaji apakah
ada kaitannya dengan sensitivitas pada yang berbeda. Sensitivitas pada yang
berbeda hanya akan berkembang ketika ada pengalaman dengan yang berbeda dan menggerti
adanya perspektif yang berbeda juga.
Di sekolah umum
yayasan keagamaan di mana biaya operasional secara umum ditanggung oleh yayasan
dan wali murid, terdapat kebijakan sekolah yang menunjukkan keunikan yayasan.
Keunikan ini tampak dalam penerimaan guru, hingga tambahan pelajaran maupun
kegiatan ekstrakurikuler yang mewadahi pemenuhan misi yayasan keagamaan melalui
pendidikan.
Pengawasan yang
dilakukan oleh pemerintah lebih banyak pada soal jaminan kualitas pendidikan,
tetapi umumnya tidak menyentuh pada soal keunikan sekolah yayasan keagamaan.
Baru menjelang penetapan Undang-Undang no.20 tentang Sistem Pendidikan Nasional
tahun 2003, banyak sekolah di bawah yayasan keagamaan yang merasa otonominya
diganggu terutama berkaitan dengan pasal 13 yang mewajibkan semua sekolah
memberikan pelajaran agama yang sesuai dengan agama yang dianut oleh siswa.
Hingga tahun 2009 ini banyak sekolah yayasan keagamaan yang tidak bisa memenuhi
tuntutan pasal 13 UU no,20 tahun 2003 itu karena alasan teknis pembiayaan guru
dan alasan lain adalah menolak pelanggaran otonomi yayasan yang merasa tidak
memaksa siswa untuk masuk ke sekolah yang mempunyai keunikan tertentu.
Menurut teori
pendidikan Islam, teori pendidikan anak dimulai jauh sebelum anak diciptakan.
Dalam hubungan ini orang tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama
islam setiap anggota keluargakhususnya bagi anak-anak. Pendidikan agama yang
ditanamkan sedini mungkin kepada anak-anak akan sangat berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan dan perkembangan budi pekerti dan kepribadian mereka.
Oleh sebab itu orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan kepada anak-anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, agar mereka dapat hidup selamat dan sejahtera. Jadi, keluarga mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Keluarga Sebagai Wadah Utama Pendidikan
2. Pembentukan Keluarga
3. Keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang kurangnya terdiri dari pasangan suami isri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Agar tujuan terlaksana maka perlu meningkatkan tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan tuntutan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat .
4. Pembinaan Keluarga
5. Maksudnya adalah segala upaya pengelolaan atau penanganan berupa merintis, meletakkan dasar, melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni, mengarahkan serta mengembangkan kemampuan suami istri untuk mencapai tujuanmewujudkan keluarga bahagia sejahtera dengan mengadakan dan menggunakan segala dana dan daya yang dimiliki.
Oleh sebab itu orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan kepada anak-anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, agar mereka dapat hidup selamat dan sejahtera. Jadi, keluarga mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Keluarga Sebagai Wadah Utama Pendidikan
2. Pembentukan Keluarga
3. Keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang kurangnya terdiri dari pasangan suami isri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Agar tujuan terlaksana maka perlu meningkatkan tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan tuntutan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat .
4. Pembinaan Keluarga
5. Maksudnya adalah segala upaya pengelolaan atau penanganan berupa merintis, meletakkan dasar, melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni, mengarahkan serta mengembangkan kemampuan suami istri untuk mencapai tujuanmewujudkan keluarga bahagia sejahtera dengan mengadakan dan menggunakan segala dana dan daya yang dimiliki.
0 comments:
Post a Comment