BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Nasionalisme
dapat didefinisikan rasa kebermilikan terhadap suatu bangsa.. Nasionalisme
sebagai suatu gejala historis telah berkembang sebagai jawaban terhadap kondisi
politik, ekonomi, dan sosial khususya yang ditimbulkan oleh situasi kolonial.[1]
Ketidaksukaan bangsa yang terjajah terhadap pihak yang menjajah terakumulasi yang menimbulkan adanya rasa ingin bebas dan menjadi negara yang merdeka. Hal tersebut teraplikasikan dengan munculnya berbagai pergerakan.
Ketidaksukaan bangsa yang terjajah terhadap pihak yang menjajah terakumulasi yang menimbulkan adanya rasa ingin bebas dan menjadi negara yang merdeka. Hal tersebut teraplikasikan dengan munculnya berbagai pergerakan.
Nasionalisme
pertama kalinya di perkenalkan oleh bangsa-bangsa Eropa saat mereka sedang
menikmati euphoria revolusi industri. Fenomena tersebut secara otomatis merubah
strata sosial dalam masyarakat. Proses peralihan terjadi pada abad ke XVII yang
didahului oleh kapitalisme awal dan liberalisme. Kekuasaan feodal dengan raja,
bangsawan, dan gereja lambat laun tidak mampu menghadapi desakan dari golongan
di kota-kota yang menguasai perdagangan. Karena semangat mereka yang didasarkan
pada factor ekonomi semata, menjadikan mereka mencari daerah pemasaran baru
atau daerah bahan baku. Hal ini dilandasi semata-meta untuk mengabdi tetrhadap
bangsanya. Makanya terjadilah penjajahan atas bangsa Eropa terhadap bangsa
lain, terutama Asia dan Afrika.
Sedangkan
nasionalisme bangsa Asia sendiri didasarkan pada keinginan lepas dari
penjajahan dan berrdaulat menjadi negara merdeka. Oleh karena itu, pasca PD II
banyak lahir gerakan-gerakan pembebasan. Hampir di seluruh Asia merasakan
euphoria tersebut, tak terkecuali Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana latar belakang lahirnya nasionalisme Indonesia?
2.
Bagaimana unsur-unsur identitas Nasional di Indonesia ?
3.
Bagaimana derivasi konsep Nasionalisme Indonesia ?
4.
Bagaimana Nasionalisme Indonesia dewasa ini ?
5.
Bagaimana memperkuat Nasionalisme Indonesia masa kini ?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui latar belakang lahirnya nasionalisme Indonesia.
2.
Mengetahui unsur-unsur identitas Nasional di Indonesia.
3.
Mengetahui derivasi konsep Nasionalisme Indonesia.
4.
Mengetahui Nasionalisme Indonesia dewasa ini.
5.
Mengetahuimemperkuat Nasionalisme Indonesia masa kini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Nasionalime
Secara
etimologis, kata nation berakar dari kata Bahasa Latin yakni natio. Kata nation
sendiri memiliki akar kata nasci, yang dalam penggunaan klasiknya cenderung
memiliki makna negatif (peyoratif). Ini karena kata nasci digunakan masyarakat
Romawi Kuno untuk menyebut ras, suku, atau keturunan dari orang yang dianggap
kasar atau yang tidak tahu adat menurut standar atau patokan moralitas Romawi.
Padanan dengan bahasa Indonesia sekarang adalah tidak beradab, kampungan,
kedaerahan, dan sejenisnya. Kata nation dari Bahasa Latin ini kemudian diadopsi
oleh bahasa-bahasa turunan Latin seperti Perancis yang menerjemahkannya sebagai
nation, yang artinya bangsa atau tanah air. Juga Bahasa Italia yang memakai
kata nascere yang artinya “tanah kelahiran”. Bahasa Inggris pun menggunakan
kata nation untuk menyebut “sekelompok orang yang dikenal atau diidentifikasi
sebagai entitas berdasarkan aspek sejarah, bahasa, atau etnis yang dimiliki
oleh mereka”.[2]
Kemudian
pengertian nasionalisme di atas mengalami perubahan ke arah positif.
Nasionalisme di artikan sebagai semangat kebangsaan dan loyalitas yang tinggi
terhadap bangsa dan negaranya. Nasionalisme tidak bisa dilepaskan dari negara.
Ada dua macam teori pembentuk Negara, yakni teori kebudayaan dan teori Negara[3]. Teori kebudayan mengatakan bahwa Negara terbentuk atas
dasar kesamaan kebudayaan. Sedangkan teori negara mengatakan sekelompok orang
yang memiliki kesadaran dan kemauan untuk bergabung menjadi satu dalam suatu
negara yang berdaulat dengan tidak menjadikan kebudayaan tertentu menjadi
syaratnya.
Dari
kedua teori diatas, Indonesia masuk dalam teori Negara, karena terbentuk atas
dasar kemauan dan keinginan untuk menjadi satu. Beragamnya kebudayaan dari
berbagai suku bangsa yang berbeda tidak dianggap sebagai penghalang tetapi
sebagai anugerah. Penyatuan atas keinginan untuk bebas dari penjajahan sangat
rawan terjadi disintegrasi. Oleh karena itu, nampaknya harus selalu ada upaya
pemupukan semangat nasionalisme.
B.
Latar belakang lahirnya nasionalisme Indonesia
Membicarakan
mengenai lahirnya nasionalisme Indonesia tidak bisa dilepaskan dari keadaan
rakyat sendiri yang sangat memprihatinkan pada masa tanam paksa. Rakyat
Indonesia sangat terbelakang waktu itu, mereka hanya dipekerjakan utuk
kepentingan kolonial. Pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan tidak menjadi
perhatian utama pemerintah kolonial Belanda. Situasi tersebut tetap berlangsung
sampai Van Deventer dalam majalah De Gids menulis keprihatinanya terhadap
rakyat Indonesia karena loyalitas mereka terhadap pemerintaha kolonial tidak
mendapatkan balasan yang semestinya.
Sesungguhnya
semangat untuk membebaskan diri dari penjajahan telah ada dalam jiwa-jiwa
rakyat Indonesia. Sayangnya pada masa itu belum ada wadah dan penggeraknya yang
terorganisir. Baru setelah memasuki abad ke 20, politik etis berimplikasi
positif bagi bangsa Indonesia. out put dari pendidikan yang menjadi salah satu
program dari politik etis sendiri menghasilkan para cendekiawan yang peduli
akan nasib bangsanya. Mereka mendirikan berbagai organisasi pergerakan, seperti
Budi Utomo, Indische Partij, Sarekat Islam dan gerakan emansipasi wanita.
Ada
tiga pemikiran besar tentang watak nasionalisme Indonesia yang terjadi pada
masa sebelum kemerdekaan yakni paham ke Islaman, marxisme[4] dan nasionalisme Indonsia. Para analis nasionalis
beranggapan bahwa Islam memegang peranan penting dalam pembentukan nasionalisme
sebagaimana di Indonesia. Menurut seorang pengamat nasionalisme George Mc.
Turman Kahin, bahwa Islam bukan saja merupakan matarantai yang mengikat tali
persatuan melainkan juga merupakan simbol persamaan nasib menetang penjajahan
asing dan penindasan yang berasal dari agama lain[5]. Ikatan universal Islam pada masa perjuangan pertama kali
di Indonesia dalam aksi kolektif di pelopori oleh gerakan politik yang
dilakukan oleh Syarikat Islam yang berdiri pada awalnya bernama Syarikat Dagang
Islam[6] dibawah kepemimpinan H.O.S.Tjokoroaminoto, H.Agus Salim
dan Abdoel Moeis telah menjadi organisasi politik pemula yang menjalankan
program politik nasional dengan mendapat dukungan dari semua lapisan
masyarakat.
C.
Unsur-Unsur Identitas Nasional
a.
Suku bangsa
Suku
bangsa pada dasarnya merupakan golongan sosial yang khusus dan bersifat akritif
(ada sejak lahir) yang sama golongannya umur dan jenis kelamin. Di Indonesia
terdapat banyak sekali suku bangsa dan kelompok etnis dengan tidak kurang dari
300 dialek bahasa. Populasi penduduk Indonesia saat ini diperkirakan mencapai
225 juta dari jumlah tersebutdiperkirakan separ. uhnya beretnis Jawa, sisanya
terdiri dari etnis-etnis yang mendiamikepulauan di luar Jawa.
b.
Agama dan Kepercayaan
Bangsa
Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang memegang teguh ajaran agama. Agama
yang bertumbuh kembang di Indonesia meliputi Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Budha, Konghuchu. Dari agama dalam kepercayaan tersebut, Islam merupakan agama
yang dianut mayoritas oleh bangsa Indonesia. Harus diakui bahwa kehidupan agama
yang pluralistik pada awalnya dapat hidup serasi dan seimbang dengan lebih
menekan pada sifattoleransi dan menghormati.
c.
Kebudayaan
Kebudayaan
adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah
perangkat-perangkat (modal-modal). Pengetahuan secara kolektif digunakan oleh
pendukung- pendukungnya untuk mentafsirkan dan memahami lingkungan.yang
dihadapi dan digunakansebagai rujukan (pedoman) untuk bertindak dalam bentuk
kelakuan dan benda-bendakebudayaan sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
Intinya adalah kebudayaan merupakan patokan nilai-nilai etika dan moral baik
yang tergolong sebagai ideal atau yang seharusnya(world view) maupun yang
operasional dan aktual di dalam kehidupan sehari-hari.
d.
Bahasa
Bangsa
Indonesia sangat kaya dengan aneka suku bangsa yang masing-masing memiliki
karakter sendiri, termasuk di dalamnya bahasa yang digunakan secara umum setiap
suku bangsa terbagi atas dua kelompok yaitu Kelompok pertama; suku bangsa
yang memiliki bahasa lisan dan tulis (aksara) misal : suku Jawa, Bali dan
Batak. Kelompok kedua; suku bangsa yang hanya memiliki bahasa lisan saja
misalnya;suku Dayak, Bajar, dan lain-lain. Menurut tim ICCE (UIN) Jakarta
bahwa, bahasa di pakaisebagai sarana berinteraksi antar manusia melalui
peristiwa sumpah pemuda[7], para tokoh pemuda dan berbagai latar belakang suku
kebudayaan menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa
Indonesia yaitu bahasa yang mempersatukan seluruh elemen masyarakat etnis dan
suku bangsa yang hidup di wilayah kepulauan nusantara.
D.
Derivasi Konsep Nasionalisme Indonesia
a.
Negara-bangsa
Menurut
pasal 1 UUD 1945 dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik. Republik merupakan bentuk negara kesatuan Indonesia yaitu
suatu bentuk pemerintahan yang bersifat antithesis monarki dan kepala
pemerintahan bukan seorang raja dan dengan sistem pemilihan umum untuk
menduduki jabatan politiknya. Selain bentuk dan kedaulatan negara konsikusi UUD
1945 juga memuat ketentuan-ketentuan tentang kelengkapan negara yang terdiri
dari dasar lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif pemerintah daerah.
b.
Warga Negara
UUD
1945 menentukan bahwa yang menjadi warga negara Indonesia adalah orang-orang
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain disahkan dengan UU sebagai warga
negara. Ada perbedaan konsepsi antar warga negara dan penduduk yaitu bahwa
penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal
di Indonesia.
c.
Dasar Negara Pancasila
Setelah
Indonesia merdeka terjadi perdebatan serius tentang dasar negara
Indonesia.Perdebatan ini terjadi tentang dasar negara antar kelompok Islam yang
menghendaki Islam sebagai dasar negara dan golongan nasionalis. Perbedatan
akhirnya menghasilkan sebuah kompromi yakni BPUPKI, bersepakat menghasilkan sebuah
mukadimah. Pada tanggal 22Juni 1945 kesepakatan ini ditandatangani sehingga
dokumen tersebut dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) setelah
kemerdekaan kesepakatan ini dipersoalkan bahwa orang-orang Kristen yang
sebagian besar berada di wilayah Timur menyakatan tidak bersedia bergabung
dengan RI kecuali jika beberapa unsur dalam Piagam Jakarta di hapuskan akhirnya
dasar ideologi dan konstitusi negara akhirnya kelompok Islam bersepakat
menghapuskan unsur-unsur Islam yang telah mereka rumuskan dalam Piagam Jakarta.
Sejak diterimanya usul tersebut dan ditetapkan UUD 1945 sebagai UUD negara RI. [8]Sejak peristiwaitu maka dasar negara Indonesia yang
berkedaulatan rakyat adalah Pancasila dan kelimasilanya.
E.
Nasionalisme Indonesia Dewasa Ini
Nasionalisme
kebangsaan lahir dari pemikiran dan rasa cinta oleh suatu individu terhadap
bangsanya secara tulus dan ikhlas tanpa adanya suatu paksaan dari pihak
manapun. nasionalisme sebagai manifestasi kesadaran bernegara tumbuh di negara
merdeka. [9] Nasionalisme itu sesuatu yang dinamis, nasionalisme pada
zaman colonial dengan zaman sekarang jelas angat jauh berbeda.
Sampai
seberapa jauh nasionalisme itu berkembang tergantung pada bagaimana penerapan
cara berpikir nasional warga negaranya. Apa yang dimaksud berpikir nasional
adalah sikap seseorang terhadap kesadaran bernegara.[10] Nasionalisme Indonesia yang dalam perkembangannya
mencapai titik puncaknya setelah perang dunia II, yaitu dengan
diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia yang berarti bahwa pembentukan
nation Indonesia berlangsung melalui proses sejarah yang panjang. [11]
Namun
Ketika Indonesia merdeka pada tahun 1945 perjuangan rakyat Indonesia ternyata
belum selesai ketika terjadi agresi militer belanda 2 pada tahun 1945 -1949.
Nasionalisme Indonesia saat itu betul-betul diuji di tengah gejolak
politik dan politik divide et impera Belanda[12]. Setelah itu pada tahun – tahun berikutnya konflik –
konflik nasional tidak terjadi dari luar namun sikap nasionalisme bangsa
kembali dihadapkan pada tantangan baru dengan munculnya gerakan separatis di
berbagai wilayah tanah air hingga akhirnya pada masa Demokrasi Terpimpin,
masalah nasionalisme diambil alih oleh negara. Nasionalisme politik pun digeser
kembali ke nasionalisme politik sekaligus kultural. Dan, berakhir pula situasi
ini dengan terjadinya tragedi nasional 30 September 1965. Dimana dalam kasus
ini kita seakan melihat pembantaian di dalam tubuh sendiri.
Sesuai
zamannya nasionalisme berkembang dengan penguasa yang berbeda pula. Jika pada
masa penjajahan bentuk nasionalisme kita adalah dengan mengangkat senjata
mengusir penjajah, dan jika pasca kemerdekaan kita juga harus menghadapi
konflik dalam negeri rasa nasionalisme kita adalah dengan cara berpendapat,
dengan cara memilih pemimpin yang baik dan memiliki tanggung jawab untuk
menjaga kemerdekaan kita, lalu nasionalisme sekarang ini juga berbeda pula.
Dewasa
ini nasionalisme Indonesia tidak hanya di uji dari luar seperti masa kolonial
atau hanya konflik dalam negeri seperti pasca orde lama danorde baru,
namun serangan untuk melemahkan nasionalisme kita datang dari luar dan dari
dalam negeri sendiri. Tahun 1998 terjadi Reformasi yang memporak-porandakan
stabilitas semu yang dibangun Orde Baru. Masa ini pun diikuti dengan masa
krisis berkepanjangan hingga berganti empat orang presiden. Potret nasionalisme
itu pun kemudian memudar. Banyak yang beranggapan bahwa nasionalisme sekarang
ini semakin merosot, di tengah isu globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi
yang semakin menggila.
Masyarakat
melupakan nasionalisme kebangsaan, dan sibuk mengurusi diri dan kelompoknya
sendiri tanpa peduli dengan aset-aset negara yang harusnya dijaga. Hingga
beberapa waktu lalu terjadi Kasus yang secara tiba-tiba menyeruakkan rasa
nasionalisme kita, dengan menyerukan slogan-slogan "Ganyang
Malaysia!". Dalam satu dekade terakhir ini, muncul lagi
"nasionalisme" itu, ketika lagu "Rasa Sayang-sayange" dan
"Reog Ponorogo" diklaim sebagai budaya negeri jiran itu. Semangat
"nasionalisme kultural dan politik" seakan muncul. Seluruh elemen
masyarakat bersatu menghadapi "ancaman" dari luar. Namun anehnya,
perasaan atau paham itu hanya muncul sesaat ketika peristiwa itu terjadi.
Nasionalisme
kita seakan muncul dengan paksaan yaitu ketika ada serangan atau ada ancaman
dari pihak luar kita baru bersatu teguh menggannya Negara-negara bersangkutan,
namun jika melihat kebelakang terjadinya saling klaim atas kebudayaan dan
tradisi bangsa bukanlah suatu kejahatan internasional jikadari dalam tubuh itu
sendiri tidakmemiliki rasa cinta terhadap kekayaan bangsanya.
Bagaimana
batik, reog ponorogo, pulau Ambalat dan ligitan yang sekarang menjadi milik
negara tetangga adalah salah kita sendiri sebagai pewaris kebuduyaan yang tidak
mampu menghargai dan melestarikan kebudayaan sendiri. nasionalisme bangsa
Indonesia terjadi pasang surut akibat pengaruh global yang telah mendarah dalam
generasi Indonesia. Dalam kenyataannya kini, rasa "nasionalisme kultural
dan politik" itu tidak ada dalam kehidupan keseharian kita. Fenomena yang
membelit kita berkisar seputar; Rakyat susah mencari keadilan di negerinya
sendiri, korupsi yang merajalela mulai dari hulu sampai hilir di segala bidang,
dan pemberantasan-nya yang tebang pilih, pelanggaran HAM yang tidak bisa
diselesaikan, kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi, penyalahgunaan kekuasaan,
tidak menghormati harkat dan martabat orang lain, suap-menyuap, dan lain-lain.
Realita ini seakan menafikan cita-cita kebangsaan yang digaungkan seabad yang
lalu. Itulah potret nasionalisme bangsa kita hari ini.
Nasionalisme
Kebangsaan Indonesia memiliki keunikan yakni sifat yang tidak antagonis
terhadap faktamulti-etnik, multi-kultur, multi-agama, multi-lingual. Bhinekka
Tunggal Ika dan Pancasila mencegah Nasionalisme Indonesia berubah menjadi
Fasisme ala Indonesia. Hal ini dipertegas oleh Bung Karno dalam pidato
`Lahirnya Pancasila' dengan mengatakan. "SilaKe-Bangsaan mengandung unsur
kuat kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karenanya tidak akan mungkin
meluncur kearah chauvinism dan menentang pikiran-pikiran rasialisme".
Dengan demikian, Nasionalisme Kebangsaan Indonesia membuka pintu bagi siapa
saja untuk berpartisipasi membangun negara Republik Indonesia. namun
tampaknya nilai yang disampaikan bung karno mulai luntur karena pengaruh dari
luar maupun dalam negeri sendiri.
Cara
berpikir nasional dapat juga merupakan antithesis cara berpikir kedaerahan.
Yakni cara yang sangat mengutamakan kepentingan daerah tanpa memperhatikan
kepentingan nasional.[13] Hal inilah yang justru marak terjadi di Indonesia dewasa
ini, banyak terjadi kasus – kasus konflik antar golongan dalam masyarakat yang
ironisnya masih dalam satu suku. Indonesia sendiri merupakan negara yang
multikultural yang sehausnya mampu menghargai perbedaan dan mampu membangun
bengsa secara bersama. Jika konflik antar golongan dalam satu suku marak
terjadi lalu dimanakah nasionalisme para nasionalis yang harusnya tetap
berkembang demi tercapainya tujuan bangsa.
Nasionalisme
sendiri memiliki ciri khusus, berupa norma objektif; mengutamakan kepentingan
kehidupan nasional.[14] Tindakan yang menguntungkan kepentingan daerah tanpa
merugikan kepentingan nasional perlu dilakukan. Meskipun demikian jika
perbuatan itu merugikan kehidupan nasional, wajib ditinggalkan.[15]
Saat
ini, ribuan kasus pertikaian komunal yang dilatar-belakangi oleh
ketidak-mampuan dalam menerima perbedaan agama dan etnisitas serta
ketidakkonsistenan terhadap penegakan hokum positif merupakan penodaan terhadap
semangat Nasionalisme Kebangsaan Indonesia. Ironisnya, jargon-jargon
"nasionalisme" sering kali dipakai oleh kelompok
"juragan-politisi" sebagai alat untuk memojokan segolongan warga
bangsa dan membantu melancarkan kepentingan pribadinya.
Pada
dasarnya pembentukan nasionalisme didasari oleh tiga teori. Pertama, yaitu
teori kebudayaan (culture) yang menyebut suatu bangsa itu adalah sekelompok
manusia dengan persamaan kebudayaan. Kedua, teori negara (state) yang
menentukan terbentuknya suatu negara lebih dahulu adalah penduduk yang ada
didalamnya disebut bangsa, dan ketiga teori kemauan, (will), yang mengatakan
bahwa syarat mutlak yaitu adanya kemauan bersama dari sekelompok manusia untuk
hidup bersama dalam ikatan sutau bangsa, tanpa memandang perbedaan kebudayaan,
suku, dan agama.[16]
Sayang
sekali nasionlaisme Indonesia tidak sejalan dengan teori tersebut. Indonesia
mengalami berbagai akulturasi budaya akibat globalisasi yang justru melemahkan
nasionalisme dan melunturkan rasa cinta tanah air. Contohnya saja peringatan
sumpah pemuda yang rutin diperingati tiap tahun sekarang hanya dianggap
sebagaihari sumpah pemuda saja tanpa memahami arti dan nilai yang harusnya
ditanamkan sampai sekarang. Kecenderungan menganggap sejarah sebagai sesuatu
yang lalu dan tidak perlu dibahas lagi membuat bangsa kita menjadi bangsa yang
lemah. Generasi muda justru lebih bangga menggunakan istilah asing yang
sekasrang sedang marak digunakan dan biasa disebut dengan bahasa “gaul” atau
bahasa “alay” merupakan salah satu bentuk latahnya bangsa kita ketika sesuatu
yang asing muncul dan langsung menjadi sebuat trend sedangkan sesuatu
yang harusnya dilestarikan malah dianggap kuno.
Selain
persoalan bahasa, munculnya budaya popular asing yang menjadi bahan pembicaraan
disetiap negara turut mewarnai dan mempengaruhi kehidupan generasi muda
Indonesia. banyak anak-anak muda yang berlomba-lomba mempelajari budaya asing
namun sangat acuh terhadap budayanya sendiri. hal ini memang tidak lepas dari
pengaruh globalisasi dna teknologi namun nasionalisme bangsa seharusnya tidak
meluntur dengan alasan-alasan tersebut.
Pada akhirnya kita harus memutuskan rasa kebangsaan kita harus dibangkitkan
kembali. Namun bukan nasionalisme dalam bentuk awalnya seabad yang
lalu. Baik dalam merdeka maupun dalam penjajahan, nasionalis adalah etika
kehidupan tiap nasionalis, meletakkan nilai pengabdiannya terhadap bangsa dan
tanah airnya.[17] Nasionalisme yang harus dibangkitkan kembali adalah
nasionalisme yang diarahkan untuk mengatasi semua permasalahan di atas,
bagaimana bisa bersikap jujur, adil, disiplin, berani melawan
kesewenang-wenangan, tidak korup, toleran, menghargai dan lain-lain. Bila tidak
bisa, artinya kita tidak bisa lagi mempertahankan eksistensi bangsa dan negara
dari kehancuran total.
F.
Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Melemahnya Nasionalisme
1.
Globalisasi
Secara
umum globalisasi adalah suatu perubahan sosial dalam bentuk semakin
bertambahnya keterkaitan antara masyarakat dengan faktor-faktor yang terjadi
akibattranskulturasi dan perkembangan teknologi modern. Istilah globalisasi
dapat diterapkandalam berbagai konteks sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya.
Memahami
globalisasiadalah suatu kebutuhan,mengingat majemuknya fenomena
tersebut.Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu
negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh
positif dan pengaruh negatif.Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan
seperti kehidupan politik, ekonomi,ideologi, sosial budaya dan lain-lain akan
mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme terhadap bangsa.
Pengaruh
positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme.
1.
Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan
demokratis.Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika
pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat
tanggapan positif dari rakyat.Tanggapan positif tersebut berupa rasa
nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
2.
Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan
kesempatankerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan
meningkatkankehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
3.
Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik
seperti etos kerjayang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang
sudah maju untuk meningkatkankemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan
bangsa dan akan mempertebal rasanasionalisme kita terhadap bangsa.
Pengaruh
negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme.
1.
Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalism dapat
membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah
arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut
terjadiakibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
2.
Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk
dalamnegeri karena banyaknya produk luar negeri yang membawa brand bergaya
barat yang membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk
dalamnegeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita
terhadap bangsa Indonesia.
3.
Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas dirisebagai
bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yangoleh
masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4.
Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya danmiskin,
karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut
dapatmenimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat
mengganggukehidupan nasional bangsa.
5.
Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulianantarperilaku
sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan pedulidengan
kehidupan bangsa.
Pengaruh-pengaruh
di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadapnasionalisme. Akan
tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa
menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka
cakrawalamasyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik
memberi aspirasi kepadamasyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika
terjadi maka akan menimbulkandilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di
Indonesia. Bila tidak dipenuhi akan dianggaptidak aspiratif dan dapat bertindak
anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional,ketahanan nasional bahkan
persatuan dan kesatuan bangsa.[18]
G.
Faktor Internal Yang Mempengaruhi Melemahnya Nasionalisme
1.
Provinsialisme, Kedaerahan, Primodialisme
Ketiga
kata tersebut sebenarnya mempunyai arti atau definisi yang kurang lebih sama.
Ketiganya sama-sama mempunyai arti paham yang menjunjung tinggi daerahnyaatau
bersifat kedaerahan, provinsialisme paham yang menjunjung tinggi
provinsisendiri, primodialisme paham yang menjujung tinggi daerah asalnya atau
daerahkelahirannya.
Sebenarnya
menjujunjung tinggi daerahnya bukanlah hal yang salah, karena setiaporang tidak
akan mungkin terlepas dari daerah asalnya, orang jawa bangga dengankejawaannya,
batak bangga dengan kebatakannya.Tapi yang mejadi masalah adalah primodialisme
fanatic atau berlebihan. Terlalumengagung-agungkan daerahnya hingga merendahkan
daerah atau suku lain.Primodialisme yang seperti inilah yang bisa memecahkan
persatuan nasionalisme bangsa kita. Apabila setiap suku atau daerah di
Indonesia menganut paham primodialisme yang berlebihan bisa dibayangkan
nasionalisme Indonesia akan kacau.
2.
Separatisme
Separatisme
secara umum adalah suatu gerakan untuk memisahkan suatu wilayah ataukelompok
manusia dari satu sama lain. Di Indonesia sendiri kita ketahui cukup banyak
gerakan separatisme yang bermunculan dari jaman dahulu atau masa
pascakemerdekaan sampai saat ini ada GAM, RMS, dll yang mecoba untuk
memisahkandiri dari Negara kesatuan republik Indonesia . Darai beberapa gerakan
separatism yang ada ada yang sudah bisa diselesaikan dan ada juga yang belum.
Dari
pengalaman yang sudah ada ini bisa dilihat bahwa gerakan separatisme sudahada
sebelumnya menyebabkan nasionalisme kita menjadi rusak, karena gerakantersebut
mencoba untuk memisahkan diri dari ri.
H.
Memperkuat Nasionalisme Indonesia
Kesadaran
sebagai bangsa yang adalah hasil konstruksi atau bentukan mengandungkelemahan
internal yang serius ketika kolonialisme dan imperialisme tidak lagi
menjadisebuah ancaman. Karena itu, nasionalisme kita akan ikut lenyap jika kita
berhentimengkonstruksi atau membentuknya tanpa harus menyebutnya sebagai
sebuahnasionalisme baru.
Pertama,
beberapa pengalaman kolektif seharusnya menjadi “roh baru” pembangkitsemangat
nasionalisme Indonesia. Misalnya, keberhasilan para siswa kita dalam olimpiade
Fisika, Kimia, Biologi atau Matematika di tingkat regional dan internasional,
keberhasilanatlet menjadi juara dunia (tinju), prestasi pemimpin kita menjadi
menteri ekonomi terbaik di Asia (Dr. Sri Mulyani Indrawati) dan seterusnya.
Sebaliknya, pengalaman dicemoh dan direndahkan sebagai bangsa terkorup, sarang
teroris atau bangsa pengekspor asap terbesar seharusnya memicu kita untuk
berubah dan tampil sebagai bangsa terpandang.
Kedua,
negara Indonesia sangat plural. Identifikasi sebuah kelompok etnis atau agama
padaidentitas kolektif sebagai bangsa hanya mungkin terjadi kalau negara
mengakui, menerima,menghormati, dan menjamin hak hidup mereka. Masyarakat akan
merasa lebih aman danditerima dalam kelompok etnis atau agamanya ketika negara
gagal menjamin kebebasan beragama-termasuk kebebasan beribadah dan mendirikan
rumah ibadah, persamaan dihadapan hukum, hak mendapatkan pendidikan yang murah
dan berkualitas, hak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, dan
sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
Nasionalisme
merupakan rasa kebermilikan terhadap suatu Negara. Yang menuntut danya
loyalitas yang tinggi terhadap Negara dann bangsa. Di Indonesia merebaknya
semangat nasionalisme mulai pada adab ke 20. Pada masa tersebut banyak
lahir organisasi pergerakan, seperti Budi Utomo, Sarekat Dagang, Indische
Partij, dan emansipasi wanita.
Unsur
identitas nasionalisme Indonesia, antara lain: suku bangsa, agama dan
kepercayaan, kebudayaan dan bahasa. Derivasi Konsep Nasionalisme Indonesia,
antara lain: Negara-bangsa, warga Negara, dasar Negara pancasila. Agar keutuhan
Negara tetap terjaga kita harus terus memupuk semangat nasionalisme sesuai
dengan perkembangan zaman. Dan factor-fektor yang memperlemah pun harus di
antisipasi, antara lain: globalisasi. Provinsialisme, Kedaerahan,
Primodialisme, Separatisme.
Pemicu
keretakan sebuah Negara dapat diatasi dengan memperkuat nasionalisme Indonesia.
dengan cara menyadarkan rakyat Indonesia akan pentingnya nasionalisme bagi
keberlangsungan Negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Cahyo
Budi Utomo.1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia dari kebangkitan
hingga kemerdekaan. Semarang: IKIP Semarang Press.
M
C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Sartono
Kartodirdjo. 2005.Sejak Indische sampai Indonesia. Jakarta: Buku Kompas.
Slamet
Muljana. 2008. Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan.Yogyakarta:
LKIS.
Suhartono.2001.Sejarah
Pergerakan Nasional. Yogyakarta:pustaka pelajar.
0 comments:
Post a Comment